Senin, 16 Februari 2009

Bandung,24 September 2006…
ViLLatel Putrie….
2M*J****

PsikosomatiS

Aku diam menunggu dia bicara,tapi tidak juga mulut itu mengeluarkan suara.Aku memberinya rokok.Ia menerima.Tangan dan bibirnya gemetar,namun ketika dia mulai menghisapnya berangsur-angsur ketakutanya hilang dan mulai terlihat santai dan tenang..
Andai aku tak melihatnya sendiri mungkin aku takkan pernah percaya, Ia selalu terlihat dan dikenal sebagai perempuan kuat.Cara bicaranya yang lugas,bahasa tubuhnya,sungguh tidak mengesankan kalau dia ini perempuan yang lemah.Tak pernah benar-benar kubayangkan kali ini aku melihatnya tak berdaya meski dia duduk tegap membalas tatapanku seolah-olah aku musuhnya,tapi aku tahu sebenarnya dia sedang melawan dirinya sendiri.Akupun tahu dia sedang melawan airmatanya sendiri.Dengan seketika rokok di tangannya sudah memendek.Ia mematikan di asbak lalu menyulut rokoknya yang kedua. Tapi belum juga ia buka mulut. Kini aku yang mulai dihinggapi rasa kalut.Waktu aku tidak banyak. Sebentar lagi saya harus menghadapi pasien lain. Padahal saya begitu ingin tahu apa yang terjadi padanya.Aku sempat yakin kalau terapi aku berhasil.Tapi nyatanya,hari ini,aku melihatnya seperti kala pertemuan kami yang pertama.Seperti hari ini,ia datang dengan begitu rapuh.Ia masuk ke dalam ruangan ini lalu duduk menatap aku sambil merokok namun diam seribu bahasa.

Aku menatap matanya dalam-dalam, ada luka disana, ada ketakutan amat sangat.Padahal kemarin aku merasa dia sudah siap.Tapi…mengapa berubah seratus delapan puluh derajat??

Satu hal yang paling merepotkan aku adalah ketika menghadapi pasien seperti ini.Mungkin aku terlalu ambisius.Aku selalu ingin cepat membantu mereka keluar dari masalahnya.Aku tahu,mereka hanya ingin didengar.Dan aku adalah pendengar yang baik.Terlalu baik hingga tidak betah jika tak ada suara yang bisa aku dengar.Aku serasa hampir gila jika berurusan dengan diam.Aku tidak kuasa menahan berbagai pertanyaan di kepala aku.Aku benci meraba-raba kemungkinan.Aku takut jika salah satu kemungkinan itu adalah kegagalan.Kegagalannya adalah juga kegagalan aku.Aku merasa tak berguna.
Mendadak aku diliputi rasa takut.Dan seperti biasanya, ia dapat membaca mata aku.Kini ia menyeringai menatap aku.Ia senang ketika ada orang lain yang lebih takut.Seketika ia akan menjadi sangat gagah seperti prajurit yang pulang dengan berita kemenangan.Brengsek!!!!(tuuuuuuuuuuttttttt) Saya tahu pasien yang satu ini akan sangat mmmmmmmmmmmmmkjerepotkan.Ia penindas terkejam yang aku kenal.Ia hidup dari rasa takut orang lain.Ia vampire yang selalu haus darah segar.Apakah hanya untuk ini aku dibayar? Untuk dibuat merasa tak berdaya.Untuk dilecehkan.Apakah ini hanya bagian dari sebuah permainan?

Ia menawarkan rokok. Aku menerima.Kami duduk berhadapan.Saling menatap dan sama sama merokok.Hidup apa yang membuatnya menjadi makhluk seperti ini? Orangtua seperti apa yang membentuknya menjadi seperti bintang? Banyak orang yang menganggap keberaniannya layak dijadikan panutan.Namun tidak sedikit yang menganggapnya tak lebih dari perempuan murahan.Aku tidak suka mendengar komenttar orang orang itu.Apalagi dengan sikapnya yang seolah tidak peduli.Bukan itu maksud aku sewaktu menyarankan sebaiknya ia menghadapi titik persoalannya yang paling rawan.Satu satunya cara terapi adalah dengan menghadapi, jangan pernah lari.Namun menterjemahkannya dengan salah.Celakanya,aku tidak pada kapasitas menghakiminya, apalagi menekannya.Yang harus aku lakukan hanyalah bersikap menjadi pendengar,dan sekali kali, dengan cara tersamar, memberinya wejangan.Ia sama sekali tidak boleh sampai marasa dipojokkan.Ia harus merasa nyaman.Ia harus merasa mendapat dukungan
Sepertinya ada yang menyilet hati aku.Kini aku begitu membenci orang tuanya.aku membbenci yeman temannya.aku membenci pacarnya.aku membenci orang yanng yang tak mau mendengarkannya.aku membencinya,yang hanya maau mendengar dirinya sendirinya.
Aku benci bau rokok dibadannya.Aku bencih bau alkohol yang ia sendawakan ke depan hidung aku.aku benci aroma parfum laki laki berganti ganti melekat di sekujur tubuhnya.Sepertinya ia tak pernah mandi setiap kali selesai meniduri mereka.Dan setiap kali itu terjadi,ia kembali datang kepada aku.Menatap aku dengan pandangan menantangsambil merokok.Tapi ia bicara.Alkohol membuatnya mudah menumpahkan isi hatinya.Kalau sudah begitu aku yang mengalami dilema.Disatu sisi aku senang kalau ia bicara.Tapi aku tak setuju caranya mangatasi masalah dengan mabuk dan berganti ganti teman tidur. Sementara di satu sisi lainnya,aku lebih suka jika ia datang dengan kesan rapuh anak gadis usia sembilan tahun.Tak ada bau parfum laki laki.Tak ada bau alkohol.Cuma ada bau rokok.Tapi aku tak tahan dengan kebisuannya.
Ya,aku merasa ia adalah kanak kanak yang terperangkap dalam tubuh dewasa.Ketika ia menyerukan sikapnya dengan lantang.Ketika ia menantang seisi dunia dengan gaya hidupnya yang liar. Ketika menyakiti semua orang yang berusaha mencintainya.Sebenernya ia tak lebih dari sebuah anak yang sedang mencari perhatian.Seorang anak yang ingin didengar.Ketika ia seperti ketakutan namun di balik matanya itu tersirat berang.Ia juuga tak lebih dari seorang anak yang takut membantah omongan orang tua dan hanya bisa memberontakdalam hati secara diam diam.Namun yang paling menyenangkan dari prosesnya yang amat melelehkan ini adalah ketika aku bisa memberinya rasa nyaman.Baik kebisuannya yang arogan maupun mabuknya yang kampungan,mencair dan berubah menjadi hangat persahabatan.Pada saat seperti ini aku lebih mudah mengajaknya berdialog.Dan itulah perkembangan besar yang terjadi akhir akhir ini.Kami bisa duduk berjam jamtanpa rokok sambil minum kopi.Kani bisa saling berdiskusi.Kami bisa bersama sama mencari solusi.kami sepakat untuk tidak membiarkan
Siapa pun,apa pun,menganggu perjalanan hidup apalagi jika sampai itu merugikan diri sendiri.Jangan biarkan massa lalu yang buruk membuat masa depan terpuruk.
Sejak itu,ia tak lagi datang sebagai pasien.Ia tak lagi datang sebagai pemabuk.Tak lagi aku temukan ketakutan gadis sembbilan tahun di bawah bayang bayang perkosaan yang telah merobek selaput dara dan menghunus anus.Tak lagi aku temukan luka kanak kanak yang setiap hari dicemooh dan dipukuli orang tuanya akibat nilai nilai pelajaran sekolahnya menurun drastis hingga membuatnya tidak lulus.Ia datang sebagai perempuan dewasa yang siap membuka hati bagi orang orang yang mencintainnya.Tak pernah lagi aku mendengar cerita tentang para pacar yang memutuskan hubungan setiap kali ia tidur dengan laki laki lain yang sebenarnya tak disukainya.ia hanya butuh melampiaskan amarah.Ia hanya berusaha menghadapi ketakutannyapada tiap detail persetubuhan.Masuk ke titik traumanya.Mencoba menikmati dengan menindas mereka.Tapi usahanya tak membuahkan hasil yang diinginkan.Karena ia hanya berani menindas orang orang yang tak bersalah.Ia tetap tidakberani berhadapan dengan orang orang yanh seharusnya ia hadapi.Orangtua dan orang yang memerkosanya.
Kemarin,ia datang dan berbicara kepada aku dengan mantap.Ia mendapat tawaran sebagai pembicara pada sebuah forum bersama dengan si keparat pemerkosanya itu.Dan ia menerimanya.Ia akan menghadapinya.Ia akan berperang dengan cara Kemarin,ia datang dan berbicara kepada aku dengan mantap.Ia mendapat tawaran sebagai pembicara pada sebuah forum bersama dengan si keparat pemerkosanya itu.Dan ia menerimanya.Ia akan menghadapinya.Ia akan berperang dengan cara yang anggun,katanya.Kadang aku sulit bisa menerima bagaimana bisa manusia manusia biadap seperti itu masih bisa menghirup udara segar kebebasan.Mendapat posisi yang layak ditengah masyarakat.Seperti makhluk yang selama ini menteror perempuan itu,bagaimana bisa ia dengan begitu tenang melenggang sementara korbannya terus menerusmenjadi korban? Ia tak hanya satu kali menjadi korban.Namun berkali kali.Reaksi dari kejadian traumatis itu telah membuatnya jadi bulan bulanan masyarakat.Ia adalah korban seumur hidup.Maka ,aku terpengarah dan lega ketika ia terlihat begitu bersemangat ingin sembuh.Aku bahagia,ia berhasil keluar dari rasa takut dan berani menghadapinya dengan gagah.Aku puas ia tak lagi lari.Dan aku merasa bersyukur menjadi salah satu pemicu kesadarannya tumbuh.Aku merasa berarti.Aku juga merasa sembuh.
Tapi kenapa sekarang ia berubah seratus delapan puluh derajat? Kenapa ia kembali datang dengan rapuh dan duduk menatap aku sambil merokok tanpa mengeluarkan sepatah kata? Apakah ia gagal? Apakah aku gagal? Sudah rokok ketiga,namun ia tetap tak bicara.Waktu bergulir.Aku tak kuasa berpikir.Aku tak kuasa mendengar. Aku tak mau mendengar. Apalagi jika itu lagi lagi hanya sebuah kekalahan.Waktu bergulir. Resah tak juga menyingkir. Aku ingin lari.Segera.Detik ini juga.Harus ada juga yang bisa menyelamatkan aku.Tiba tiba terdengar suara sekretaris lewat intercom memecah hening yang kalut.Pasien aku sudah datang,
katanya.aku menarik nafas lega.Mengambil langkah seribu.Bergegas menuju pintu.Menyingkir dari cermin yang membisu.

2 komentar:

  1. duh..
    kanda tidak bisa mengerti bahasa ini dinda..
    bolehkah saya meminta sebatang rokok tersebut?..
    mahal soalnya jaman sekarang...hehe

    BalasHapus
  2. Ta, ajie siapa Ta? Your BIG fan? Hehe...

    Be lucky,
    Yokie Adityo

    BalasHapus